Aku memulai karir di Belanda dengan
penampilan yang cukup meyakinkan. 9 pertandingan pertama, kami meraih 7
kemenangan dan 2 hasil imbang. Tidak ada kekalahan. Dan aku tahu, suporter
menyukai itu. Tidak mudah untuk mendapatkan hasil fantastis itu. SC Heerenveen
bukanlah klub dengan DNA juara. Dan klub ini belum pernah sekali pun meraih
title juara Eredivise. Tentu saja itu sedikit meringankan pekerjaan aku, karena
aku tidak dituntut untuk finish di zona UCL. Namun, aku harus katakan
penampilan kami hebat. Dukungan dari suporter yang luar biasa, kerjasama staf
yang solid, dan kepercayaan pemain pada kebijakan aku. Ditambah lagi, kami
tidak banyak melakukan transfer, dan pemain yang kami datangkan ini mampu
berkontribusi dengan baik.
Hasil yang sangat tidak dapat dipercaya
muncul ketika kami menampar PSV Eindhoven dengan skor telak. 7-0. Dan aku
mencoba untuk menampar pipi aku. Aku tidak bermimpi. Kami mengalahkan raksasa.
Klub raksasa lainnya, Ajax Amsterdam,
adalah juara bertahan. Musim ini, mereka masih menjadi momok menakutkan bagi
seluruh partisipan Eredivise. Mereka membuntuti kami di posisi 2. Mereka punya
aset bagus. Pemain-pemain muda seperti Daley Sinkgraven, yang pernah menimba
ilmu di Heerenveen sebelum kedatangan aku, adalah pemain berbakat. Ada juga
Viktor Fischer yang suka menyisir sisi kiri secara menakjubkan. Dan, yang
paling fantastis, pemain Ajax yang kami pinjam di musim ini, Lerin Duarte. Aku
tidak bisa berkata apa-apa selain, Fantastis.
Kami berhasil membuktikan bahwa kami
merupakan salah satu kandidat juara musim ini setelah mengalahkan Ajax dengan
skor 2-1. Lerin Duarte menyumbang 1 gol ke gawang klub induknya melalui gol
cepat di menit 8. Ini merupakan pembuktian bahwa dia layak kembali dengan
sambutan yang pantas. Namun aku berharap dia tetap tinggal di sini. Aku suka
permainannya.
Pembelian tersukses kami pada musim
pertama aku melatih adalah Diego Assis. Pemain 27 tahun itu kami boyong
dari IFK Mariehamn yang berpartisipasi di liga Finlandia dengan harga 90K.
Sangat murah, namun kualitasnya tidak murahan. Dia bermain sangat bagus dan
menjadi pemain andalan di sini. Suatu pagi, asisten aku, Jansen, memberikan
koran pada aku. Aku membaca pada satu halaman tentang opini wartawan terhadap
penampilan Diego. "First-cl-Assis," katanya. Keren. Dan ketika aku
melihat sejarah tentang dirinya, ternyata sebelum bermain di Finlandia, dia
juga bermain di Swedia. Uniknya, klub yang dibelanya itu bernama Assi. Mirip
dengan namanya. Sepertinya dia suka yang berhubungan dengan ASI.
Romario memiliki nasib yang berbeda. Dia
hanya bermain 12 kali dalam 2 tahun berkarir di sini. Dia muda. Awalnya aku
mengira dia memiliki potensi bagus. Ternyata tidak. Jadi, kami lepas dia di
musim ketiga aku melatih. Karirnya di klub lain tidak terlalu cemerlang. Biasa
saja.
Kami berhasil menjuarai Eredivise musim
14/15. Aku membuat sejarah baru. SC Heerenveen berhasil mencatat namanya dalam
sejarah. Ini title Eredivise pertama kami, dan kami bangga dengan pencapaian
ini.
Pemain yang paling menarik perhatian aku
adalah Mark Uth. Dia adalah mesin gol kami. Memphis Depay adalah striker muda
yang haus gol, dan Mark berhasil menyainginya. Mereka membuat gol dengan jumlah
yang sama. Namun Mark unggul karena bermain dengan menit yang lebih sedikit.
Mark adalah seorang Jerman yang tenang.
Dia selalu menghadapi masalah dengan kepala dingin. Di tengah lapangan, dia
adalah sosok yang memiliki ambisi tinggi. Itu penting. Dan ambisi itu yang
membawanya menjadi topskorer.
Musim selanjutnya, kami akan bermain di
UCL. Kami tidak mematok target, namun kami akan berusaha sebaik-baiknya. Kami
memiliki skuad muda yang hebat. Gejolak muda bisa membuat kejutan yang tak
terduga.
No comments:
Post a Comment