Tuesday 3 May 2016

Kita adalah Claudio Ranieri


Sumber: Fans Page Premier League


"Claudio Ranieri: Satu-satunya pria yang telah menuntaskan Football Manager di dunia nyata."
Begitulah tweet yang dilayangkan Jake Wightman, atlet asal Inggris beberapa saat setelah Chelsea berhasil menahan imbang Totenham Hotspurs. Hadiah terindah yang diberikan Chelsea tersebut menjadikan Leicester City FC sebagai kampiun Barclays Premier League. 

Sebuah pencapaian luar biasa jika kita tilik di mana Leicester City FC berada di klasemen musim lalu. Leicester City menduduki posisi 14 di akhir musim 2014/2015 setelah di pertengahan musim sempat tersengal keluar dari zona degradasi. Awal musim 2015/2016 adalah lembar baru bagi Leicester City ketika Claudio Ranieri didatangkan ke King Power Stadium.

Claudio Ranieri menitahkan anak asuhnya untuk tidak kebobolan terlalu banyak dan menduduki posisi aman. Setidaknya mampu bertahan di Premier League. Sesimpel itu harapannya. Senada dengan apa yang diharapkan oleh semua manajer baru yang menduduki kursi pelatih klub papan bawah yang untuk bertahan satu musim saja belum tentu mampu.

Pertandingan demi pertandingan dijalani, Leicester City menunjukkan konsistensi yang tak terlalu buruk, mengulang apa yang sempat Southampton tunjukkan satu musim sebelumnya. Semua orang berpikir Leicester akan tumbang di pertengahan musim. Ternyata tidak. Konsistensi yang diikuti oleh buruknya kontestan Premier League lainnya membuat Leicester City menjelma menjadi kandidat terkuat juara Premier League.

Totenham Hotspurs yang diam-diam menguntit dari belakang sempat mengancam peluang Leicester City untuk mencetak sejarah baru. Namun perjuangan Hotspurs usai sudah setelah pada laga semalam mereka gagal memenangkan laga melawan Chelsea.

Pencapaian Claudio Ranieri adalah cerminan dari manajer game Football Manager yang mampu menjuarai liga di musim perdana menggunakan klub papan bawah. Namun jika boleh jujur, apa yang dicapai Ranieri sebenarnya lebih hebat daripada yang dilakukan kebanyakan manajer di game simulasi tersebut. Tidak sedikit dari kita yang gagal menjuarai Premier League di musim perdana. Butuh dua, tiga, hingga empat musim atau bahkan lebih untuk bisa mencapai title juara tersebut.

Yang dilakukan Ranieri tidak beda jauh dengan apa yang kita lakukan. Pemain-pemain yang didatangkan ataupun yang telah lama menjadi bagian skuad The Foxes bukanlah pemain bintang yang didatangkan dengan uang berlimpah. Di dalam skuad yang menorehkan sejarah ini, Leonardo Ulloa yang didatangkan dengan mahar 10 juta pounds dari Brighton and Hove Albion adalah pemain termahal. Ujung tombak yang menjadi andalah, Jamie Vardy malah ditebus dengan harga 1 juta pounds saja. Riyad Mahrez, pemain terbaik Premier League musim ini justru didatangkan dengan dana yang lebih murah lagi. Hanya 400 ribu pounds. Kurang dari satu setengah kali lipat gaji Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Dengan skuad murah tersebut (oh ya, bahkan beberapa nama seperti Marc Albrighton dan Christian Fuchs bahkan didatangkan dengan gratis lho) Ranieri mampu menyulap pemainnya menjadi bintang yang menyilaukan jagad Inggris, bahkan dunia. Siapa Vardy? Siapa Mahrez? Tanyakan pada fans Manchester United, Arsenal, Liverpool, atau bahkan Leicester City sendiri saat tiga tahun lalu. Mereka pasti akan menjawab "Who the hell are they?"

Selain menyulap pemain yang awalnya bukan siapa-siapa, Ranieri juga menghemat uang, entah untuk investasi masa depan, atau memang merasa skuadnya tak butuh peluru baru untuk memborbardir tim-tim di Premier League. Yang jelas, tidak banyak uang yang dihamburkannya ketika menjalani musim ini. Sama seperti yang kia lakukan di Football Manager. Hemat duit. Biasanya yang kita lakukan jika menukangi klub papan bawah, akan kita gunakan uang tersebut untuk membeli regen di musim-musim berikutnya. Bagaimana dengan Ranieri? Bisa jadi dia mengincar pemain-pemain cilik demi investasi masa depan juga.

Pada awalnya, reputasi Leicester City FC hanyalah national. Namun saat ini, saya mengimani semua orang mengakui dan sepakat bahwa reputasi mereka adalah worldwide

Semoga, semoga, dan semoga, Vardy, Kante, Mahrez, dan pilar-pilar Leicester City lainnya tak digembosi klub-klub tajir di musim depan. Kita semua pasti tidak ingin kedigdayaan dan sihir yang ditunjukkan Leicester City hanya berlaku untuk musim ini saja. Kita ingin keajaiban ini berlangsung di masa mendatang hingga anak cucu kita mengetahui bahwa Leicester City adalah raksasa Liga Inggris. Ah, kalau berekspektasi menjadi tim raksasa hingga berpuluh tahun mendatang tampaknya terlalu lebay. Cukuplah saya berharap pria-pria penuh semangat ini tidak hengkang dari skuad The Foxes di musim depan.

Oh, iya, satu lagi, yang saya tunggu-tunggu adalah kepulangan Andrej Kramaric dari Hoffenheim. Biasanya, di Football Manager, kepulangan pemain bertalenta yang menjalani masa pinjaman adalah suatu hal yang ditunggu karena keberadaannya di musim depan akan menjadi bahan bakar baru sekaligus pesaing pemain-pemain hebat yang menaungi skuad di musim ini. Kramaric di Football Manager adalah wujud dari bakat hebat. Semoga di dunia nyata, Football Manager berhasil membuktikan perannya sebagai cenayang kembali.

Tanpa memperdebatkan siapakah yang paling hebat antara manager Football Manager yang memainkan tim papan bawah atau papan atas (jangan ada drama Turki lagi di antara kita), besar harapan saya kepada anda yang belum pernah mencicipi apa yang Ranieri rasakan. Bermainlah di klub semenjana, dan rasakan sensasinya.

Terakhir. Apakah anda tidak merasa bahwa kesuksesan Ranieri ini terbilang hampir mustahil? Saya curiga jika kita semua sebenarnya hidup di dalam savean game Ranieri. Dengan teganya dia load game di setiap kekalahan yang dia temui. Mungkin saja ini yang menjadi rahasia di balik juaranya Leicester City FC. Ranieri menggunakan strategi mujarab: save load. Dan saya, anda, ataupun semua manusia yang saat ini masih mendekam dalam kejombloan, mungkin saja pernah menjalani hubungan asmara. Namun hubungan asmara yang telah berhasil kita dapatkan itu dianulir oleh Ranieri dengan me-load gamenya karena kekalahan yang dia terima. 
,

1 comment:

  1. duh, paragraf terakhir nusuk banget gan buat yang jomblo, haha..

    ReplyDelete